MEMBANGUN BIROKRASI SEHAT MENUJU INDONESIA EMAS

MEMBANGUN BIROKRASI SEHAT MENUJU INDONESIA EMAS

Hikmah

Perubahan-perubahan besar yang terjadi berada di tangan generasi muda, mulai dari zaman kenabian, kolonialisme, hingga reformasi. Mahasiswa sebagai iron stock atau generasi penerus yang tangguh, berbekal kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah memperbanyak ilmu pengetahuan, baik dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan, serta mempelajari kesalahan-kesalahan yang pernah ada pada generasi sebelumnya.

Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumber daya alam yang tersebar, baik di pulau maupun lautan. Kekayaan akan sumber daya ini, tidak menutup kemungkinan bagi Indonesia untuk menjadi negara maju, namun kenyataannya tidak seperti itu, sampai saat ini Indonesia belum menjadi negara maju. Berbagai macam faktor menyebabkan Indonesia sulit menjadi negara maju, salah satunya adalah tindak pidana korupsi. Korupsi tidak saja merugikan perekonomian negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil makmur.

Korupsi di Indonesia sudah terjadi sejak lama, mulai dari sebelum kemerdekaan hingga era reformasi. Berbagai upaya dalam menuntaskan korupsi telah dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan. Di masa kerajaan dulu, mengambil “upeti” dari rakyat kecil merupakan suatu kebiasaan yang masih berlanjut di masa Belanda menguasai Nusantara (1811-1942) dan zaman Inggris (1811-1816). Akibat dari kebijakan itu memunculkan perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda, misalnya perlawanan Diponegoro (1825-1830), Imam Bonjol (1821-1837), Aceh (1873-1904) dan lain-lain (Topo Santoso, 2011:101). Korupsi seakan-akan telah menjadi budaya yang mendarah daging di Indonesia. Contoh lain dari tindak pidana korupsi, terkait sistem upah pada zaman H.W. Daendels. Sejarawan Universitas Indonesia, Djoko Marihandono dalam artikelnya yang berjudul “Sepuluh Fakta di Balik Pembangunan Jalan Daendels dari Anyer ke Panarukan” menyampaikan bahwa dalam pembangunan jalan raya tersebut, Daendels telah menyediakan upah bagi pekerja, mandor, dan konsumsi. Upah tersebut diberikan kepada prefek (residen) lalu diteruskan kepada Bupati untuk kemudian diberikan kepada para pekerja. Data dana dari residen ke Bupati tercatat dan ada dokumennya, sedangkan dari Bupati ke pekerja, sampai saat ini belum ditemukan.

Rendahnya moral, baik di lingkungan masyarakat maupun pejabat membuat bangsa ini sukar untuk berpindah dari zona ketertinggalan. Penerapan berbagai kebijakan seharusnya juga mempertimbangkan bagaimana kondisi rakyat saat ini. Mahasiswa yang berperan sebagai social control harus bertindak ketika ada suatu kebijakan pemerintah yang ganjil. Sudah semestinya seorang mahasiswa memberontak terhadap kebusukan-kebusukan birokrasi. Jangan hanya berfokus kepada IP yang tinggi tetapi juga harus peduli terhadap kondisi sosial. Tumbuhkanlah jiwa kepedulian sosial di dalam diri kita terhadap masyarakat karena kita juga bagian darinya. Bukan hanya demo atau turun jalan semata, melainkan berupa pemikiranpemikiran cemerlang seorang mahasiswa atau memberi dukungan yang berupa sokongan batin maupun fisik.

Kesempatan menjadi seorang mahasiswa atau masyarakat yang menimba ilmu pengetahuan di tingkat universitas, seharusnya dimanfaatkan sebaik mungkin. Selain dituntut untuk cerdas dalam ilmu pengetahuan, mahasiswa juga harus mampu berpikir kritis terhadap kenyataan sosial. Sikap kritis mahasiswa sering membawa perubahan yang signifikan dan membuat pemerintah yang tidak kompeten menjadi gerah dan cemas. Pembodohan serta ketidakadilan telah banyak dilakukan oleh pemimpin bangsa ini. Sebagai masyarakat ilmiah, seharusnya berpikir untuk mengembalikan dan merubah kondisi ini. Perubahan yang dimaksud tentu perubahan yang bersifat positif dan tidak menghilangkan jati diri bangsa. Yang perlu diingat adalah sebelum merubah lingkungan sekitar harus merubah diri sendiri terlebih dahulu.

Pada tahun 2045, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia 70%-nya dalam usia produktif (15-64 tahun), sedangkan sisanya 30% merupakan penduduk yang tidak produktif (usia dibawah 14 tahun dan diatas 65 tahun) pada periode tahun 2020-2045. Bonus demografi ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin, agar tidak membawa dampak buruk pada masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran, kesehatan yang rendah, dan tingkat kriminalitas yang tinggi. Kondisi ini dapat menjadi modal utama untuk menuju Indonesia emas 2045, yaitu Indonesia dengan ekonomi yang unggul dalam revolusi industri 4.0, Indonesia dengan pembangunan dan pendidikan berbasis riset yang mampu menghasilkan manusia dengan kemampuan berfikir kritis, kreatif serta berdaya saing global. Mahasiswa dalam berperan menuju Indonesia Emas 2045 di bidang politik memiliki berbagai prospek, diantaranya memaksimalkan pengembangan SDM, diperlukan materi pendidikan yang lebih implementatif dan sesuai dengan perkembangan teknologi seperti entrepreneurship, critical thinking, problem solving dan kreativitas.

Tanggung jawab mahasiswa dalam menjadi generasi penerus tidaklah ringan, maka dari itu selagi masih menuntut ilmu di perguruan tinggi, manfaatkanlah semaksimal mungkin. Tidak hanya berilmu, tetapi juga berakhlak agar Indonesia memiliki generasi emas yang sesungguhnya. Mahasiswa yang nantinya akan menjadi pengganti para pemimpin di Indonesia harus berbekal akhlak mulia agar tercipta birokrasi yang sehat.